Hamil di luar nikah menurut hukum islam ? berikut adalah artikel yang berhasil di kumpulkan dari berbagai sumber. semoga bisa menjadi gambaran untuk membuka pikiran kita… Amin…
Zaman sekarang ini banyak Remaja atau perempuan yang hamil di luar nikah karena pergaulan bebas, kemudian dikarena tidak mau menanggung malu, pihak orang tua menikahkan anak yang hamil dengan laki-laki (baik yang menghamili maupun yang tidak menghamili).
Lalu, apakah pernikahannya ini sah?
Ada ustadz yang bilang bahwa pernikahannya ini tidak sah sebab harus menunggu bayi itu lahir dan baru menikah. tapi, yang seperti ini sepertinya tidak lazim dan malah membuat malu (aib) di kalangan masyarakat kita.
Ada ustadz berpendapat atau (barangkali didukung dengan hadits Nabis SAW) menganggap bahwa pernikahan tersebut tidak sah. katanya, ketika anaknya sudah lahir kelak, ia harus menikah ulang lagi.
Tentang hamil diluar nikah sendiri sudah kita ketahui sebagai perbuatan zina baik oleh pria yang menghamilinya maupun wanita yang hamil. Dan itu merupakan dosa besar.
QS 17 : 32. Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.
QS 24 : 2. Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus dali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman.
QS 3 : 135. Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri[*], mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui.
[*]. Yang dimaksud perbuatan keji (faahisyah) ialah dosa besar yang mana mudharatnya tidak hanya menimpa diri sendiri tetapi juga orang lain, seperti zina, riba. Menganiaya diri sendiri ialah melakukan dosa yang mana mudharatnya hanya menimpa diri sendiri baik yang besar atau kecil.
Jumhur ulama berdasar pada hadis ‘Aisyah dari Ath-Thobary dan ad-Daruquthny, sesungguhnya Rasulullah SAW ditanya tentang seorang laki-laki yang berzina dengan seorang perempuan dan ia mau mengawininya. Beliau berkata:”Awalnya zina akhirnya nikah, dan yang haram itu tidak mengharamkan yang halal.”Sahabat yang mebolehkan nikah wanita berzina adalah Abu Bakar, Umar, Ibnu Abbas yang disebut madzab Jumhur. (Ali Assobuny/I/hlm49-50).
Sedangkan boleh tidaknya perempuan yang berzina menikah dengan laki-laki yang bukan menghamilinya, para ulama berbeda pendapat terhadap hal tersebut:
Pendapat pertama menyatakan bahwa hal tersebut diharamkan, pendapat ini adalah pendapatnya Hasan al-Bishry dan lain-lainya. Mereka berdasar pada firman Allah SWT :
Dan perempuan yang berzina tidak menikahinya kecuali laki-laki yang berzina atau pun musrik dan hal tersebut diharamkan bagi orang-orang yang beriman (An-Nur: 3).
Ayat ini menurut mereka menyatakan akan keharaman menikahnya perempuan yang berzina dengan laki-laki yang bukan menzinahinya.
Pendapat kedua menyatakan bahwa hal tersebut dibolehkan. Sedang ayat di atas bukan menjelaskan keharaman hal tersebut tetapi mununjukan atas pencelaan orang yang melakukannya. Pendapat ini dikemukakan oleh Jumhur Ulama.
Mereka pun berdasar kepada hadits yang diriwayatkan oleh Abu Daud dan Nasay dari Ibnu Abbas, ia berkata: Seorang laki-laki datang kepada Nabi SAW, ia berkata: Sesungguhnya istriku tidak bisa menjaga dirinya dari perbuatan zinah. Nabi pun bersabda: Jauhkalah dia. Orang itu menjawab: aku khawatir jiwaku akan mengikutinya (karena kecintaannya). Nabi pun bersabda padanya: Kalau begitu bersenang-senanglah dengannya (Nailul Author 6/145)
Juga hadits yang diriwayatkan dari Aisyah:
Sesuatu yang harom tidak dapat menghalalkan yang haram. (HR Baihaqy)
Akan tetapi mereka yang berpendapat tentang kebolehan menikahnya seorang wanita yang berzinah dengan laki-laki yang bukan menzinahinya dalam beberapa hal;
1. Fuqoha Hanafiyah menyatakan: Jika wanita yang berzina tidak hamil. Maka aqad nikahnya dengan laki-laki yang bukan menzinahinya adalah sah. Demikian juga jika si wanita tersebut sedang hamil, demikian menurut Abu Hanifah dan Muhammad. Akan tetapi ia tidak boleh menggaulinya selama belum melahirkan. Dengan dalil sebagain berikut:
a. perempuan yang berzina tidak termasuk wanita yang haram dinikahi. Oleh karena itu hukumnya mubah (boleh) dan termasuk dalam firman-Nya: Dan kami menghalalkan bagi kalian selain dari itu (an-Nisaa: 24)
b. Tidak ada keharaman karena disebabkan air (sperma) hasil zina. Dengan dalil hal tersebut tidak bisa menjadi sebab penasaban anak tersebut kepada bapaknya. Oleh karena itu zina tidak bisa menjadi penghalang pernikahan.
Adapun sebab tidak bolehnya laki-laki tersebut menggauli wanita tersebut sampai ia melahirkan, adalah sabda Rasulullah SAW : Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, janganlah ia menyirami dengan airnya ladang orang lain (HR Abu Daud dan at- Tirmidzy) yang dimaksud adalah wanita hamil disebabkan orang lain.
2. Abu Yusuf dan Zufar berpendapat: tidak bolah melakukan aqad nikah terhadap wanita yang hamil karena zina. Karena kehamilan tersebut menghalanginya untuk menggauli wanita tersebut dan juga menghalangi aqad dengannya. Sebagimana halnya kehamilan yang sah, yaitu; sebagaimana tidak bolehnya melaksanakan aqad nikah dengan wanita yang hamil bukan karena zina maka dengan wanita yang hamil karena zina pun tidak sah.
3. Fuqoha Malikiyah menyatakan: tidak boleh melaksanakan aqad nikah dengan wanita yang berzina sebelum diketahui bahwa wanita tersebut tidak sedang hamil (istibraa), hal tersebut diketahui dengah haid sebanyak tiga kali atau ditunggui tiga bulan. Karena aqad dengannya sebelum istibra adalah aqad yang fasid dan harus digugurkan. Baik sudah nampak tanda-tanda kehamilan atau belum karena dua sebab, pertama adalah kehamilannya sebagimana hadits janganlah ia menyirami dengan airnya ladang orang lain atau dikhawtirkan dapat tercampurnya nasab jika belum nampak tanda-tanda kehamilan.
4. Fuqoha Syafiiyah: Jika ia berzina dengan seorang wanita, maka tidak diharamkan menikah dengannya, hal tersebut berdasar pada firman Allah: Dan kami menghalalkan bagi kalian selain dari itu (an-Nisaa: 24) juga sabda Rasulullah SAW : sesuatu yang haram tidak dapat mengharamkan yang halal
5. Fuqoha Hanabilah berpendapat jika seorang wanita berzinah maka tidak boleh bagi laki-laki yang mengetahu hal tersebut menikahinya, kecuali dengan dua syarat:
a. Selesai masa iddahnya dengan dalil di atas, janganlah ia menyirami dengan airnya ladang orang lain dan hadit shohih Wanita yang hamil tidak boleh digauli sampai ia melahirkan
b. Wanita tersebut bertaubat dari zinanya berdasarkan firman Allah SWT: dan hal tersebut diharamkan bagi orang-orang mumin (an-Nur: 3) dan ayat tersebut berlaku sebelum ia bertaubat. Jika sudah bertaubat hilanglah keharaman menikahinya sebab Rasulullah SAW bersabda: Orang yang bertaubat dari dosanya seperti orang yang tidak memiliki dosa
Jika hukum hudud belum diterapkan di negeri ini, maka orang yang melakukannya harus banyak beristigfar dan segera bertaubat kepada Allah dengan taubat nasuha, dan tidak boleh mengulangi lagi hal tersebut. Karena tidak mungkin orang tersebut melakukan hukuman hudud atau dirinya sendiri. Karena hukum hudud harus dilaksanakn oleh negara dalam hal ini mahkamah khusus yang telah ditunjuk.
Hadaanallahu Wa Iyyakum Ajma`in, Wallahu A`lam Bish-shawab,
weleh jangan dong hamil di luar nikah…. cowoknya yg suka tuh
@mygadgets : semoga tidak ada lagi yang hamil di luar nikah setelah baca artikel ini 😀
Betul Admin Setujuuuu 😀
Lam Kenal Yah Admin ;))
@Hosting Murah : Betul…Betul…Betul… Salam kenal juga… sukses selalu untuk bisnis hosting nya 🙂
ilmu yang berguna sob… semoga artikel ini menyadarkan orang yang membacanya kalau zina itu dosa besar dan berdampak buruk pada diri pelaku dan orang sekitarnya
@gayuh : semoga…. Amin…
tapi anaknya gak haram ya 🙂
@Dofollow PR 4 : setiap anak yang di lahirkan di jiamin selalu dalam keadaan Suci.. seperti kain putih yang benar2 putih tanpa noda setitik pun 😀
orang yg kawin masa tengah hamil kan kene nikah lg sekali…
kne guna wali jgk la???
saya mau bertanay…?
saya ini sudah menikah dengan istri saya, tapi istri saya sudah hamil di luar nikah dengan orang lain. itu hukumnya bagai mana….?
kalau saya dgn istri saya berhubungan badan, dalam keadaan hamil, tp anak yg di kandung bukan darah daging saya hukumnya bgai mana…?
terima kasih
takut ah hamil baru nikah, sudah malu, azdab Allah lagi di akhirat, smg sahabat2 remaja jauhilah kawin sebelum nikah. dan Nikahlah baru kawin. Aman dan terkendali
mari kita jauhi perbuatan zina karena itu dapat merusak masa depan kita dan merusak nama baik keluarga kita. sesungguhnya perbuatan zina tidak akan pernah membawa keselamatan melainkan bencana bagi orang yang melakukannya.
Assalamualaikum,,
saya mau tanya , bagaimana hukumnya anak yang dilahirkan adalah anak perempuan bukan anak laki-laki? apakah anak perempuan tersebut adalah anak syah laki-laki yang menikahi perempuan yang dihamilinya? terimakasih.
Wassalamualaikum..
Assalamuaalaikum .Wr.Wb
Saya mau tanya , bagaimana hukumnya kalau anak yang di lahirkan laki-laki… apakh anak itu bisa dapat waris dari bapaknya ? sedangkan ibu dan bapaknya hanya menikah sirih? . tapi smua keluarga mengakui kalau dia anak dari bapaknya
@yunwen: Kalau menurut saya pribadi, mau anak yang lahir itu laki-laki atau perempuan tentu bisa mendapatkan waris. karena ya memang itu anaknya… 🙂 CWIIM
jika Suami nya adalah yg mnghamili nya apakah itu sah dan ada sbagian ulama mngatakan sah dan ada sbagian ulama mngatakn tdk sahh gimana tuhhhh,,, mohon di jelass kan
@lizs: Kalau menurut pendapat saya dari yang pernah saya dengar dan saya baca, Jika pun yang menghamilinya adalah orang yang menjadi suaminya sekarang. pernikahannya tetap di anggap syah. HANYA yang menjadi catatan adalah “Setelah Menikah, tidak di perkenankan Melakukan hubungan Badan sampai Anaknya Lahir”. walaupun ada sebagian ulama yang berpendapat bahwa tidak boleh menikahi wanita yang sedang hamil, maka jika kita ragu syah atau tidaknya.. kita bisa mengikuti dengan menikah lagi secara agama setelah Bayi nya lahir. dan Jika anak yang lahir tersebut adalah perempuan, maka jika kelak dia akan menikah, sang bapa tidak dapat manjadi Wali nya.. semoga ada sedikit kejelasan dari pemaparan ini.. amin…
haram atau halal kah hamil di luar nikah(lalu menikah) menjalani kehidupan rumah tangga?
lalu bagaimana amal ibadahnya selama itu?
Assalmulaikum, ane seorang laki-laki (muslim) dan saya masih berpacaran sama seorang wanita (Katholik) dan secara tidak sengaja saya telah menghamili dia dan saya berencana untuk menikahinya di bulan Maret ini. Mohon Penjelasannya tentang hukum dari segi Islam.
Terima Kasih
boleh boleh saja
1. Kasus Pertama
Seorang wanita sudah menikah dan sedang dalam keadaan hamil, lalu berhubungan seksual dengan suaminya, maka hukumnya halal. Sebab hubungan suami isteri tidak terlarang, bahkan pada saat hamil sekali pun. Lagi pula, dia melakukannya dengan suaminya sendiri. Maka hukumnya halal.
2. Kasus Kedua
Seorang wanita sudah menikah dan sedang dalam keadaan hamil. Suaminya meninggal atau menceraikannya. Maka wanita ini diharamkan menikah, apalagi melakukan hubungan seksual dengan laki-laki lain.
Sebab wanita itu masih harus menjalankan masa iddah, yaitu masa di mana dia harus berada dalam posisi tidak boleh menikah, bahkan termasuk ke luar rumah dan sebagainya. Dan masa iddah wanita yang hamil adalah hingga dia melahirkan anaknya.
3. Kasus Ketiga
Seorang wanita hamil di luar nikah yang syar’i (berzina), lalu untuk menutupi rasa malu, keluarganya menikahkannya dengan orang lain. Yaitu laki-laki lain yang tidak menzinainya.
Dalam hal ini, para ulama mengharamkan terjadinya hubungan seksual antara mereka. Adapun apakah boleh terjadi pernikahan saja, tanpa hubungan seksual, ada dua pendapat yang berkembang.
Pendapat pertama, hukumnya haram. Dan kalau dinikahkan juga, maka pernikahan itu tidak sah alias batil. Di antara para ulama yang mengatakan hal ini adalah Al-Imam Malik, Imam Ahmad bin Hanbal dan jumhur ulama.
Karena yang namanya suami isteri tidak mungkin diharamkan dalam melakukan hubungan seksual. Jadi menikah saja pun diharamkan, kecuali setelah anak dalam kandungan itu lahir.
Pendapat kedua, hukumnya halal dan pernikahan itu sah. Asalkan selama anak itu belum lahir, suami itu tetap tidak melakukan hubungan seksual dengannnya. Suami harus menunggu hingga lahirnya bayi dalam perut. Baik dalam keadaan hidup atau mati.Pendapat ini dikemukakan oleh Al-Imam Asy-Syafi’i dan Imam Abu Hanifah.
Perbedaan pendapat para ulama ini berangkat dari satu dalil yang dipahami berbeda. Dalil itu adalah dalil tentang haramnya seorang laki-laki menyirami ladang laki-laki lain.
رويÙÂع بنثابت أنالنبى صلى الله عليه وسلم قال ” منكانيؤمنبالله واليوم الآخر ÙÂلا يسقى ماءه ولد غيره وروى الترمذى ØŒ ÙˆØÂسنه ØŒ وغيره منØÂديث ØŒ
Dari Rufai’ bin Tsabit bahwa Nabi SAW bersabda, “Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka janganlah menyiramkan airnya pada tempat yang sudah disirami orang lain.” (HR Tirmizi dan beliau menghasankannya)
Jumhur ulamayang mengharamkan pernikahan antara mereka mengatakan bahwa haramnya ‘menyirami air orang lain’ adalah haram melakukan akad nikah. Sedangkan As-Syafi’i dan Abu Hanifah mengatakan bahwa yang haram adalah melakukan persetubuhannya saja, ada pun melakukan akad nikah tanpa persetubuhan tidak dilarang, karena tidak ada nash yang melarang.
4. Kasus Keempat
Seorang wanita belum menikah, lalu berzina hingga hamil. Kemudian untuk menutupi rasa malunya, dia menikah dengan laki-laki yang menzinainya itu.
Dalam hal ini para ulama sepakat membolehkannya. Karena memang tidak ada larangan atau pelanggaran yang dikhawatirkan. Setidaknya, Al-Imam Asy-syafi’i dan Abu Hanifah rahimahumallah membolehkannya. Bahkan mereka dibolehkan melakukan hubungan seksual selama masa kehamilan, asalkan sudah terjadi pernikahan yang syar’i antara mereka.
Karena illat (titik point) larangan hal itu adalah tercampurnya mani atau janin dari seseorang dengan mani orang lain dalam satu rahim yang sama. Ketika kemungkinan itu tidak ada, karena yang menikahi adalah laki-laki yang sama, meski dalam bentuk zina, maka larangan itu pun menjadi tidak berlaku.
Seringkali ada orang yang tetap mengharamkan bentuk keempat ini, mungkin karena agak rancu dalam memahami keadaan serta titik pangkal keharamannya.
Pendeknya, kalau wanita hamil menikah dengan laki-laki yang menzinainya, maka tidak ada dalil atau illat yang melarangnya. Sehingga hukumnya boleh dan sesungguhnya tidak perlu lagi untuk menikah ulang setelah melahirkan. Karena pernikahan antara mereka sudah sah di sisi Allah SWT. Bahkan selama masa kehamilan itu, mereka tetap diperbolehkan untuk melakukan hubungan suami isteri. Jadi mengapa harus diulang?
Syukron atas infonya
sangat membantu..